Fiksi Mini

Kumpulan Fiksi Mini




Cincin itu masih melingkar di jariku, meskipun kau sudah tidak mengenaliku lagi. Sungguh cinta ini seperti penjara tanpa jeruji, jika aku tidak bisa menerima kenyataan yang mengecewakan ini.

---


"Jika kau kembali," bisikku pada angin, "aku akan tetap di sini." Namun tak ada jawaban, seperti dirimu lima tahun lalu.

---


"Aku mencintaimu," katanya di stasiun itu. Kereta datang, tapi ia tak pernah naik. Lima tahun berlalu, tiket itu masih terselip di buku hariannya.

---


Surat-suratnya terlipat rapi dalam kotak kayu. Aku tak pernah membacanya lagi, hanya memegangnya saat hujan—berharap aroma masa lalu kami masih ada.

---


Kau pernah berkata, "matamu seperti bintang." Aku tahu itu agak berlebihan, namun setiap aku melihat bintang, aku ingat janji yang tak pernah kau tepati.

---


Aku tahu kau menungguku di ujung jalan itu, tapi kakiku tak mampu melangkah. Cinta kadang seperti bayangan—dekat, namun tak bisa dijamah.

---


Kartu pos dari Paris itu kusimpan di cermin. "Aku merindukanmu," tulisnya. Tapi dia tak pernah pulang, dan aku tak pernah bertanya kenapa.

---


Kau meninggalkan jejak di pasir pantai, tapi ombak membawanya pergi. Seperti kenangan tentangmu—semakin pudar, tapi tak pernah hilang sepenuhnya.

---


"Aku akan kembali," katamu sebelum kapal berlayar. Aku masih menunggu di dermaga yang sama, meski laut telah kehilangan warnanya.

---


"Kita harus berpisah," katanya. Tapi saat ia melangkah keluar pintu, ia berharap ada yang akan mengejarnya. Namun ia hanya duduk diam, menahan napas agar tak terisak.

---


Di stasiun kereta, ia memegang tiket pulang ke rumahnya, tapi pandangannya tak lepas dari sosoknya yang masih menunggu di kejauhan. Kereta berangkat, dan ia tetap di sana.

---


"Aku mencintaimu lebih dari apapun," katanya. Namun, ia tetap memilih jalur hidup yang tak pernah menyertakan nama mereka berdua.

---


Ia menulis dua pesan: satu untuk mengucapkan selamat tinggal, satu lagi untuk memohon maaf. Setelah lama termenung, ia hanya mengirimkan yang pertama.

---


"Aku benci lagu ini," katanya keras-keras, sambil menutup jendela aplikasi musik. Tapi jauh di dalam hatinya, ia tahu itu adalah satu-satunya cara untuk merasakan suasana saat itu sedikit lebih lama.

---


Ia menulis puisi tentang cintanya setiap hari, lalu menghapusnya sebelum tidur. Tak ingin siapa pun tahu betapa sakitnya ia mencintai.

---


"Aku mencintaimu," katanya sambil melempar cincin ke laut. Ombak membelai lembut, tapi matanya tajam seperti pecahan kaca.

---


Dia menyimpan surat-surat cintanya di kotak sepatu, tapi setiap malam ia membakar satu per satu, menghangatkan diri dengan kenangan yang ia coba lupakan.

---


Ia menjahit namanya di sapu tangan itu, lalu merobeknya menjadi serpihan-serpihan kecil. Setiap helai masih berbau parfumnya.

---


Mereka bertemu di taman setiap Minggu pagi, duduk diam tanpa bicara, cinta mereka begitu dalam, tapi tak pernah bisa bersatu.

---


Dia membeli dua tiket pesawat ke Paris, lalu merobek salah satunya dan tersenyum: "Kita lebih indah dalam mimpi."

---


Di kamar kosong itu, lampu redup menerangi foto pernikahan mereka yang sudah pudar. Ia memandangnya sambil berkata, "Aku bahagia kau bahagia tanpaku."

---


"Pilih aku atau karirmu," katanya. Dia tersenyum, lalu pergi tanpa menoleh. Hatinya hancur, tapi ia tahu itu demi cintanya juga.

---


Di atas meja, ada dua gelas anggur kosong dan secarik kertas bertuliskan: "Cinta kita sempurna, tapi tak cukup untuk bertahan."

---


Setiap malam ia memandangi bintang yang sama, tempat mereka berjanji akan bertemu lagi. Tapi ia tahu, janji itu hanya ilusi yang ia ciptakan sendiri.

---


"Aku mencintaimu, tapi aku lebih mencintai kebebasanku." Dia diam, lalu berkemas tanpa menangis, seolah tahu itu adalah kebenaran yang tak bisa disangkal.

---


Ia memilih antara dua surat: satu berisi janji pernikahan, yang lain berisi tiket kereta ke kota asing. Pagi itu, ia membakar keduanya.

---


"Kau atau karirku," katanya. Dia tersenyum tipis, "Pilih saja apa yang membuatmu bahagia." Tapi matanya berkaca-kaca sebelum ia berbalik pergi.

---


Di atas meja ada dua cincin: satu milik tunangannya, satu milik mantan kekasihnya. Ia memandangnya lama, lalu memutuskan untuk tidak memakai keduanya.

---


"Aku akan selalu mencintaimu," bisiknya di telinga pria itu, sambil menggenggam tiket pesawat ke negara yang tak pernah disebutkannya.

---


"Aku akan selalu mencintaimu," bisiknya, sambil menutup pintu untuk terakhir kalinya.

---


Ia selalu melewatkan lagu itu di playlist, tapi malam ini ia memutar lagu itu hingga habis. Suara gitar akustik itu membuatnya merindukan tawa yang tak pernah lagi terdengar.

---


"Rupanya tersimpan di sini." Gumamnya, sambil memandangi cover album yang sudah usang. Saat trek pertama mulai, ia menangis tanpa suara, seperti dulu seseorang meninggalkannya.

---


Lagu favorit seseorang diputar di pesta itu. Semua orang bergoyang riang, tapi ia hanya berdiri membeku, merasakan kekosongan atas apa yang ia rasakan.

---


Lagu itu lama tak terdengar olehnya, ia duduk diam di mobil, tangan masih mencengkeram setir. Kenangan tentang seseorang terasa begitu dekat, tapi tak pernah bisa dijangkau lagi.

---


Ia menekan tombol pause, tapi masih terngiang di kepalanya. "Kenapa lagu ini selalu mengingatkanku padamu?" bisiknya ke ruangan kosong.

---


Musik itu mengalun pelan di kafe tua. Ia memesan dua cangkir kopi, meski tahu kursi di hadapannya akan tetap kosong tak seperti masa itu.

---


Setiap kali melodi itu dimainkan, ia merasakan aroma parfumnya di udara. Meski dia sudah lama pergi dan takkan pernah kembali.

---

"Kita selalu menari di lagu ini," gumamnya pada bayang-bayang di cermin. Musik berhenti, dan ia sadar sudah bertahun-tahun ia menari sendiri.

---


Di tengah hujan, ia mendengar melodi yang dulu sering mereka nyanyikan bersama. Ia tersenyum getir, lalu menyeka air matanya.

---


Pohon kenanga di halaman masih tegak, tempat kita dulu berjanji. Daunnya berguguran; cintaku tetap tinggal, meski kau sudah tiada.

---


Ia ingin memeluknya erat-erat, tapi tangannya ragu. Jika ia menyentuhnya lagi, ia tahu tak akan mampu melepaskannya.

***

Posting Komentar untuk "Fiksi Mini"

Dukung Saya:

Donasi🫰