Sajak Pendek

 Kumpulan Sajak Pendek



— Jika cinta harus berbagi, aku memilih menjadi kenangan yang tak kau sesali.



— Kau lempar sapa santun dan senyuman manismu, maka jatuhlah hatiku.



— Aku hanya punya satu hati, jikalau kau curi lalu pergi, maka kau kan ku cari hingga ku dapati.



— Masih melangkah di jalan setapak berliku, sembari menggenggam hatiku yang retak separuh beku. 



— Kuseduhkan rindu di bawah hujan, tapi asa luntur, tinggal penat dan duka.



— Aku menanti di antara bayangmu, tapi kau hanya bisik yang tak berwujud.



— Harapanku runtuh berantakan, janji-janjimu itu tak lagi bisa dipegang.



— Harapan darimu, hanya menyisakan pilu, di mana waktu kini kian berlalu.



— Terdiam di sudut sepi malam, bayangmu  menjelma di antara lembar kenangan.



— Malam kian sepi, sedang fikiran sibuk menguraikan arti.



— Kau yang datang dengan janji manis, nyatanya hampa seperti gurun tanpa oasis.



— Ketika cinta tinggal dalam bisu, kata tak mampu terucap, hanya rasa yang merayu.



— Meski waktu dikata ilusi, namun jejaknya selalu meninggalkan kenangan di sudut hati.



— Hanya angin membawa lirih duka, kisah kita pun tinggal kenangan saja.



— Kau hadir, lalu lenyap bagai angin buru, tinggalkan aku terjebak dalam getir pilu.



— Gerimis jatuh membasahi bumi, rindu meraung di relung hati yang sepi.



— Hadirmu, bagai embun di pagi hari, menyegarkan ranting berdaun layu.



— Dedaunan pun gugur di musim layu, terbolak-balik dibawa angin penuh ragu.



— Cinta, setangkai mawar indah berduri, terus digenggam meski jari-jemari terlukai.



— Mentari menyapa di pagi buta, bulan menemani dalam diamnya siang yang lama.



— Hujan menggugurkan rindu di dahan, sedangkan daun kering meratap sendirian.



— Kita dulu sehidup semangkuk cita, kini hanya tinggal abu dan asa yang membara.



— Bintang berkelip malu-malu, seperti hati yang ragu bicara cinta di tengah sunyi malam.



— Meski jalan kita kadang tak lurus, hatiku tetap menempa cinta yang suci dan pasti arahnya pulang.



— Engkau adalah puisi yang tak sempat terbaca, tapi selalu hidup dalam hati yang paling dalam.



— Sunyi menyapa tanpa suara, hanya bayanganku di dinding yang tak pernah berbicara.



— Kesepian itu seperti malam tanpa bintang. Pilu dan gelap, bahkan dalam terang lampu jalan.



— Tawa orang-orang di layar kaca mengalun riang, temani kesepian yang tak pernah pamit pergi.



— Sendiri bukan pilihan, tapi takdir yang menetap, seperti daun yang jatuh tanpa tahu ke mana ia akan terbawa angin.



— Langkah kaki berbisik pelan, menapak kenangan di sela kabut waktu yang lalu pergi tak tentu arah.



— Kau tinggalkan jejak dalam diamku yang sunyi. Kini tiap hela napas penuh bayangmu yang pergi.



— Kenangan itu seperti senja di ufuk barat. Indah, lalu tenggelam dalam rasa yang tak terbawa kembali.



— Namamu masih tersimpan dalam bisu doaku, d antara waktu yang terus berlari tanpa mampu ku gapai.



— Kau bagai musim semi di hati yang sempit, yang kini hanya tinggal bunga layu di sudut sepi.



— Jejak langkahmu terdengar di lorong memori yang sepi, membawa angin masa lalu yang tak pernah kuasa pergi.



— Kau muncul seperti bayang-bayang di cermin usang, mengusik kenangan yang telah lama terkubur dalam diam.



— Wajahmu melintas di antara deretan foto-foto pudar, membawa kembali warna-warna yang telah lama hilang tersapu waktu.



— Kau berdiri di tepi jembatan tempat kita mula bertemu, seperti embun pagi yang tiba-tiba muncul di ujung daun yang layu.



— Di tengah pasar malam yang ramai dan penuh cahaya, kehadiranmu seperti lilin kecil yang menyala tanpa suara.



— Tiba-tiba kau ada di sana, di pinggir danau masa kecilku, seperti riak air yang muncul tanpa angin yang bisa kusentuh nyata.



— Kau datang membawa aroma kopi dari warung masa lalu, hangatkan kembali kenangan yang beku di sudut hatiku.



— Sepi merayap di sudut ruang yang terlupakan, bisunya menusuk, bagai jarum dalam balutan malam.



Sepi adalah pantai tanpa jejak kaki manusia, ombaknya berbisik, namun tak ada yang mendengarinya.



— Menyusuri lorong hati yang retak-retak, membawa dingin yang sama seperti dulu kala.



— Berdiri di tepi jendela yang memudar, menatap kosong langit yang kehilangan bintang-bintangnya.



— Terjebak dalam diam, menanti akhir yang tak pasti, sepi bagai daun tak tersentuh angin.



— Debu kenangan beterbangan di sudut kalbu, menyapu sunyi dalam ruang yang tak lagi utuh.



— Jejak hujan di kaca mengaburkan wajah lama, bayangmu terpatri di antara retaknya jendela.



— Angin masa lalu berbisik di sela ranting kering, daun-daun pun berguguran, menutupi jejak yang pernah nyata.



— Cahaya lampu redup memeluk bayang yang terlupa, seperti mimpi yang hilang, namun tetap menyengat jiwa.



— Ombak waktu menghantam karang ingatan, mengikis jejak langkah yang dulu pernah setia menari.



— Kenangan seperti daun gugur di musim sepi, terhanyut dalam aliran waktu yang tak lagi peduli.



— Bayangmu terpahat di dinding senja yang meredup, mengendap pelan, bagai debu yang tak terjamah ulang.  



— Suaramu serupa angin lama yang membelai kosong, menyisakan gema sunyi di lorong hati yang terkunci.



— Wajahmu mengambang di lautan mimpi yang surut, seperti bintang malam yang hilang ditelan cahaya pagi.



— Cerita kita terlipat rapi dalam buku usang hujan, halaman-halamannya basah, namun tak lagi bisa kubaca.



— Daun-daun kering berdesir di bawah kakiku, mengingatkan senja dulu yang pernah kita bagi.



— Kau datang tanpa suara, seperti angin lama yang membawa aroma masa silam nan dingin sepi.



— Sebuah lagu lawas diputar di radio tua dan tiba-tiba kau ada di depan pintu, menyapaku dengan senyummu.



— Senyummu seperti jalan setapak menuju hutan kenangan yang telah lama kututup rapat tanpa ragu.



— Di stasiun kereta yang sama, aku melihatmu di balik asap mesin yang menyelimuti pandangan.



— Seperti surat lama yang terkirim tanpa alamat, kau muncul membawa jejak cerita yang sempat hilang.



— Langit senja itu masih sama, dengan warna oranye yang memudar seperti janji kita dulu.



— Saat kau lewat di depanku, semua terasa seperti mimpi yang terbangun tanpa diminta oleh ku.



Di sudut kafe tua, wajahmu muncul di antara bayang-bayang cangkir kopi, yang tiba-tiba hadir tanpa aba-aba tuk memeluk hati.



— Hujan turun lagi, seperti hari ketika kita pertama bertemu, aku mendengar suaramu dalam derap langkah yang tak sengaja melintas di lorong waktu.



— Kau berdiri di bawah pohon tempat kita berjanji tanpa kata, lalu kau hadir seperti bayangan masa lalu yang mengetuk pintu tanpa suara.



— Buku tua yang kubeli di pasar loak ternyata milikmu, coretan tanganmu ku kenali, saat aku mengangkat kepala, kau sudah di sana, seperti halaman yang terbuka tanpa permisi.



— Seperti hari ketika kita berpisah tanpa bicara, namun kali ini kau datang seperti doa yang tak pernah kusebut, namun diam-diam terjawab juga.



— Ku berjalan di gang kecil yang dulu sering kita lalui bersama, tiba-tiba kau muncul, seperti kilatan cahaya dari lampu tempo dulu yang masih setia menyala.



— Kau adalah bintang yang menyentuh lautan malamku, cahayamu memudar, namun jejakmu tetap terukir dalam gelombang rindu.



— Seperti angin yang membelai daun-daun kering di musim gugur, kehadiranmu lembut, namun meninggalkan luka yang sulit ku abaikan kala senja tiba.



— Suaramu bagai nyanyian alam di tepi hutan sunyi, mengalun pelan, namun membekas dalam dinding hati yang rapuh ini.



— Kau seperti embun pagi yang jatuh di kelopak mawar, menyentuh  lembut, namun lenyap sebelum ku raih lebih dekat lagi.



— Seperti cahaya lilin di tengah kegelapan yang pekat, kehadiranmu hangat, namun bayang-bayangmu meninggalkan dingin yang mendalam.



— Wajahmu mengambang di antara awan-awan senja yang meredup, indah namun sementara, seperti mimpi yang tak bisa kupegang erat saat fajar datang.



— Kau adalah ombak yang menyapu pantai kenanganku, datang dengan lembut, namun pergi membawa butiran pasir yang ku sebut hatiku sendiri.



— Seperti burung camar yang terbang melintasi langit senja, kehadiranmu singkat, namun sayapmu meninggalkan bayang-bayang yang sulit kulupakan.



— Kau bagai hujan yang turun di musim kemarau panjang, menyegarkan jiwa, namun airnya mengalir pergi tanpa sempat kusentuh lebih lama lagi.



— Seperti dedaunan yang berguguran di musim dingin, kepergianmu sunyi, namun setiap helainya meninggalkan bekas yang mendalam di pangkuan bumi hatiku.



— Aku menyimpanmu dalam ruang yang tenang, di mana hati tak perlu berkata, hanya merasa dan percaya.

***


Posting Komentar untuk "Sajak Pendek"

Dukung Saya:

Donasi🫰